Ode for Arez: intro

sagittarius sun
3 min readAug 7, 2022

pt. 1 of Arez and his memoir.

Arez itu bebas. Anak sulung andalan bunda yang selalu mau setiap bunda minta tolong untuk cuci mobil. Arez selalu luluh setiap adik sepupunya merengek meminta untuk main game konsol bersama. Arez selalu memposisikan keluarganya sebagai prioritasnya, meskipun dirinya terkesan sebagai sosok yang tidak bisa diandalkan. Arez selalu mempersiapkan dirinya untuk memegang peran kepala keluarga jika memang saatnya telah datang.

Arez itu bertekad kuat layaknya batu karang di pantai sering kita kunjungi, cita-citanya selalu bergelanyut 5cm di depan pandangannya. Bagi Arez, lebih baik dia memperbanyak mengikuti panggilan magang dibanding membuang waktu dengan organisasi kampus seperti teman-temannya. Mau cari yang ada duitnya saja, begitu katanya di hadapan semangkuk bubur yang telah diaduk. Arez selalu bisa bangun pagi untuk sarapan di warung bubur dekat kampus. Katanya, aku biasa sholat subuh jam 8.

Meskipun begitu, Arez tidak pernah meninggalkan ibadahnya. Jangankan hanya berkumpul di rumah teman, pergi ke pantai yang jaraknya jauh pun dia selalu menyempatkan waktu untuk ibadah. Memang sih, itu kan kewajiban semua umat-Nya tetapi di masa yang seperti ini, sepertinya semakin jarang yang seperti itu. Pernah satu kali Arez bingung setelah menghabiskan satu cup gelato chocolate rum yang masih dia pertanyakan status kehalalannya. Tiramisu kamu juga halal ga tuh? Tanya nya sembari menunjukkan hasil pencariannya di google. Lagi-lagi, Arez dan sifatnya yang tidak mau sendirian ketika merasa apes.

Arez takut anjing, entah karena serangkaian gigi tajam yang siap menerkam atau karena air liur nya. Setiap kali datang menjemput, dirinya selalu menghentikan mesin motor dan berhenti 100 meter sebelum pagar kost. Pernah sekali, Arez harus memutari jalanan gang 2 kali sebelum berhenti di spot andalannya di seberang kostan karena anjing penjaga terus mendekat ke arah motor. Masa udah kena alkohol harus kena gigit anjing lagi, Ujar Arez yang kepalanya masih dipenuhi oleh tragedi alkohol dalam gelato.

Arez tidak pernah ragu untuk membantu teman-temannya. Sebelum semua ini terjadi, dia pernah terjaga hingga jam 4 pagi hanya untuk membantu mengunduh aplikasi yang dibutuhkan untuk ujian. Semuanya dia jelaskan tanpa mengeluh harus tidur terlambat karena workshop dadakan yang diadakan di tengah pagi buta. Meskipun di sela-sela kepanikan itu dia harus mendengarkan rengekan ku yang hampir menangis mengingat tenggat waktu pengumpulan yang semakin dekat, Arez selalu melontarkan lelucon garing yang cukup untuk meredakan tensi di kepala. Kalo mau joki aja sama gue tapi satu fotonya 50 ribu, kata nya memecah keheningan kamar malam itu. Bisa dibilang, Arez sangat berkontribusi pada nilai A di mata kuliah tersebut, karena tanpa nya tidak mungkin tugas itu dapat selesai dikerjakan di hari pengumpulan. Lagi-lagi, Arez tidak pernah pelit dalam urusan informasi dan membantu teman temannya.

Arez punya banyak sisi baik dalam dirinya, sisi yang sering kali terlewatkan begitu saja bagi orang yang hanya melihatnya dengan sekilas. Sisi yang seringkali tertutupi oleh sikapnya yang acuh tak acuh pada sekitar. Arez sering disalahmengertikan oleh teman-temannya, padahal Arez sering menyadari hal-hal detail yang diucapkan teman-temannya. Arez sering menawarkan sebagian makanan untuk diberikan ke anggota keluarga yang lain ketika kami sedang berkumpul di rumah teman. Sering juga menawarkan tempat duduknya yang dirasa lebih nyaman untuk orang lain. Minggu lalu contohnya, aku yang tidak kebagian tempat di sofa hanya bisa bersandar pada pinggirannya dan tidak perlu waktu lama untuk dia menawarkan tempat duduknya di tengah sofa. Pindah ke situ aja aku mau sholat, katanya seraya berjalan menjauh ke pojok ruang. Di lain kesempatan juga dia pernah menukar posisi duduk kami di saat aku (lagi lagi) mendapat kursi paling pinggir ketika kita sedang makan malam bersama teman-teman di luar. Kebiasaan lainnya saat berpergian bersama yang tidak pernah luput untuk dilakukan adalah menawarkan agar tas ku dimasukkan ke dalam ransel hitam nya, ransel yang selalu setia menghiasi punggungnya kemanapun dia pergi naik motor. Padahal tas yang biasa kupakai pun hanya tas pergi berukuran kecil yang tidak mengganggu kenyamanan ku duduk di jok penumpang. Tapi lagi-lagi, ini Arez. Arez yang selalu punya alasannya sendiri untuk setiap keputusan yang dia ambil.

Arez yang tidak pernah bisa ditebak jalan pikirannya. Arez yang selalu punya cara tersendiri untuk menunjukan perhatiannya. Arez yang jatuh cinta dengan dunia fotografi dan selalu ingin difoto di setiap tempat. Arez yang bicaranya seringkali terlalu pelan sehingga sering diacuhkan oleh teman-temannya. Arez yang selalu yakin dirinya akan sampai ke titik tujuannya. Arez yang hanya bisa dilihat dari kejauhan.

To every songs that reminds me of him; here’s an ode for Arez

https://open.spotify.com/playlist/4hAeI9QunnOsAvNSR5lUMD?si=IYQZ_puFR6KwtleKwm1GHg

--

--